Selasa, 06 Mei 2014

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


HAK CIPTA DAN PENYEBARAN PENGETAHUAN
Diao Ai Lien
Dosen Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta
”The constraints to the flow of scholarly information
result not just from prohibitive pricing but from
the restrictions that commercial publishers seek to impose
on the kind of use an individual faculty member can make
of his or her own published work.”
(Pew Higher Education Roundtable, 1998)

Hak cipta direduksi menjadi hak moral
Yang dimaksud dengan pernyataan tersebut di atas adalah pemberlakuan hak cipta hanya sebatas hak moralnya. Dengan demikian siapa pun bisa mereproduksi, mengalihmediakan, dan menyebarkan suatu karya ilmiah, sepanjang bukan untuk tujuan komersial. Dengan demikian, jalur penyebaran informasi bisa lebih dipersingkat dengan memindahkan kendali penyebaran karya ilmiah dari penerbit ke penulis dan masyarakat, dan mengurangi proses publikasi yang lama dan biaya yang mahal. Monopoli hak cipta pun terhindari.

Hak cipta jenis ini sudah diberlakukan oleh gerakan Open Access (OA)Definisi OA menurut Budapest Open Access Initiative dan Public Library of Science adalah9:
“the free availability of literature on the public Internet, permitting any users to read, download, copy, distribute, print, search, or link to the full texts of these articles, crawl them for indexing, pass them as data to software, or use them for any other lawful purpose, without financial, legal, or technical barriers other than those inseparable from gaining access to the internet itself.” (Birdsall, 2005)

Di dalam konsep OA tersebut terkandung copyleft, yaitu sekumpulan lisensi yang diberikan pada setiap orang yang memiliki kopi suatu karya ilmiah untuk menjamin agar orang tersebut dapat menjalankan hak ekonomi atas karya tersebut (menggandakan, menyebarluaskan, memodifikasi) dengan syarat karya tersebut dan turunannya disebarkan dengan lisensi yang sama10. Dalam skenario ini, OA dan copyleft diberlakukan tidak hanya untuk dokumen elektronik, tetapi juga tercetak.

Dengan cara demikian, hak cipta tidak hanya menguntungkan segelintir orang (terutama penerbit yang justru tidak turut dalam penciptaan) dan mengabaikan kontribusi banyak orang terhadap penciptaan suatu karya.

Untuk mengurangi ketergantungan pada penerbit, peraturan mengenai penilaian dosen dan peneliti juga harus diubah, terutama dalam hal keharusan untuk menerbitkan dalam jurnal terakreditisasi dan/atau peer-reviewed. Kegiatan peer-review itu sendiri sebetulnya sudah bisa dilakukan di lembaga tempat dosen atau peneliti bekerja ataupun secara informal melalui rekan-rekan di milis.

Dalam hal penerbit masih diperlukan untuk penyebaran dan menjamin dokumentasi, pemerintah perlu membuat peraturan agar penerbitan dikelola oleh lembaga not-for profit yang tidak diperbolehkan mengambil keuntungan yang tidak wajar dari usaha penerbitannya sehingga menghambat penyebaran pengetahuan ilmiah. Dalam menentukan harga jual, penerbit harus mendasarkan penghitungannya lebih pada biaya daripada keuntungan. Penerbit harus transparan dalam hal melaporkan pengelolaan biaya produksi, serta menentukan harga jual yang tidak melebihi batas yang ditentukan pemerintah.


Hak cipta diberlakukan secara utuh tetapi tidak eklusif
Dalam hal ini, hak cipta tetap mengandung hak ekonomi dan hak moral. Namun siapapun yang memegangnya (penulis maupun penerbit), hak cipta (terutama hak ekonominya) tersebut tidak berlaku eksklusif dan dapat digunakan oleh siapa saja yang mempunyai dokumen yang bersangkutan, sepanjang tidak untuk tujuan komersial.

Dengan demikian, meskipun hak cipta sudah diserahkan ke penerbit, penulis bisa dengan leluasa memberikan hak ciptanya ke pihak lain lagi dengan atau tanpa royalti. Penulis juga bisa dengan bebas mereproduksi, mengalihmediakan, dan mendistribusikan karyanya, di mana saja dan kapan saja. Penulis dapat menerbitkan karya yang sama di lebih dari satu media sepanjang media media tersebut tidak berkeberatan mengenai hal ini, dan situasi ini dinyatakan dengan jelas di dalam publikasinya. Konsumen juga bisa memilih antara mendapatkan akses suatu karya melalui penerbit atau penulis atau melalui cara lain (misalnya dengan memfotokopi dari perpustakaan atau rekan sekerja). Dengan demikian tidak akan ada lagi monopoli hak cipta.

Hak cipta diberlakukan secara utuh dan eksklusif tetapi dalam jangka
waktu yang terbatas
Yang dimaksudkan dengan hal ini adalah, hak cipta tetap mengandung hak ekonomi dan hak moral, dan berlaku eksklusif bagi pemegangnya, namun jangka waktu berlaku hak ekonominya hanya 1-2 tahun (tergantung sejauh mana perkembangan pengetahuan akan ’dihambat’ demi pengumpulan keuntungan ekonomi). Sesudah jangka waktu tersebut berlalu, maka hak cipta utuh namun tidak eksklusif yang berlaku (lihat no. 2). Dengan perkataan lain, monopoli hak cipta hanya terjadi dalam waktu yang sangat terbatas.

Pilihan diserahkan pada pemilik hak cipta
Negara atau komunitas yang memilih pengaturan hak cipta jenis ini, membiarkan para pelaku komunikasi ilmiah memilih sendiri di antara 3 pilihan tersebut di atas. Tugas pemerintah adalah menyediakan aturan permainannya. Pilihan apa pun yang diambil harus dengan tujuan untuk meningkatkan kecepatan perkembangan dan mutu ilmu pengetahuan yang bersangkutan.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C. (1999). Hak cipta: pelanggaran hak cipta dan perundang-undangan terbaru hak cipta indonesia. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri.

Birdsall, W.F. (2005). Towards an integrated knowledge ecosystem: a canadian research strategy. A report submitted to the Canadian Association of Research Libraries / L'Association des bibliothèques de recherche du Canada (CARL/ABRC). Ditelusuri pada tanggal 11 April 2006 dari http://www.carlabrc. ca/projects/kdstudy/public_html/results.html

Durham, A.L. (2004). Brigham Young University Law Review, vol. 2004, iss.1, 69 hlm.

Houghton, J.W., Steele, C., dan Henty, M. (2003). Changing research practices in the digital information and communication environment.Ditelusuri darihttp://www.dest.gov.au/sectors/research_sector/publications_resources/other_publication s/changing_research_practices.htm pada tanggal 1 April 2006.

Nentwich, M. (2001). (Re-) de-commodification in academic knowledge distribution? Paper for the 5th ESA Conference, SSTNET session 4 on“Commodification of Knowledge”, 28/8-1/9 2001, Helsinki University.

Sahu, D.K., Gogtay, N.J., and Bavdekar, S.B. (2005). Effect of open access on citation rates for a small biomedical journal. Paper presented in the Fifth International Congress on Peer Review and Biomedical Publication, 16-18 September 2005, Chicago, USA. Ditelusuri dari http://openmed.nic.in/1174/ pada tanggal 1 April 2006.

Wikipedia. Ditelusuri dari http://en.wikipedia.org/wiki/Copyleft pada tangal 21 Desember 2004.


BIODATA PENULIS

DIAO AI LIEN, adalah staf pengajar FH Unika Atma Jaya. Bekerja di FH Unika Atma Jaya Jakarta sejak tahun 2003. Sebelumnya bekerja sebagai peneliti di Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat (PKPM) Unika Atma Jaya. Alumni Fakultas Hukum Unika Atma Jaya (Jakarta), De La Salle University (Filipina) (MA in Social Sciences, major in Sociology), University of Sheffield (Inggris) (MA in Librarianship), dan Loughborough University of Technology (Inggris) (PhD in Information and Library Studies). Mengasuh matakuliah metode penelitian hukum dan statistik.

2EB12
NAMA KELOMPOK :
DINI IRIANI                           (22212195)
KASANTI OKTAVIANI         (24212039)
RICHKY APRISIA                  (26212280)
ROFIFAH PRATIWI                (26212666)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar